Hukum zakat

BESAR ZAKAT PENGHASILAN DAN SEJENISNYA



Berapakah besar zakat yang ditetapkan atas berbagai macam
penghasilan dan pendapatan? Masalah yang diundang oleh
Muhammad Ghazali agar para ulama dan ilmuwan bekerjasama
membahasnya, maka kita setelah mengadakan penelitian dan
pengkajian, sampai pada satu pendapat yang kita paparkan
sebagai berikut:

Penghasilan yang diperoleh dari modal saja atau dari modal
kerja seperti penghasilan pabrik, gedung, percetakan, hotel,
mobil, kapal terbang dan sebangsanya-besar zakatnya adalah
sepersepuluh dari pendapatan bersih setelah biaya, hutang,
kebutuhan-kebutuhan pokok dan lain-lainnya dikeluarkan,
berdasarkan qias kepada penghasilan dari hasil pertanian
yang diairi tanpa ongkos tambahan.

Diatas kita sudah bertemu dengan pendapat Abu Zahrah dan
teman-temannya mengenai zakat gedung dan pabrik bahwa bila
mungkin diketahui pendapatan bersih setelah dikeluarkan
ongkos-ongkos dan biaya-biaya, seperti keadaan dalam
perusahaan industri, maka zakatnya diambil dari pendapatan
bersih sebesar sepersepuluh, dan jika tidak mungkin
diketahui pendapatan bersih seperti berbagai macam gedung
dan sejenisnya, maka zakatnya diambil dari pendapatan
tersebut sebesar sepersepuluh. Klasifikasinya itu dapat
diterima.

Yang kita maksudkan dengan modal disini adalah modal yang
dikembangkan di luar sektor perdagangan. Sedangkan modal
yang tersebar dalam sektor perdagangan maka zakatnya diambil
dari modal beserta keuntungannya sebesar seperempat puluh,
sebagaimana sudah dijelaskan dalam pembahasan mengenai hal
itu.

Tetapi pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan saja seperti
pendapatan pegawai dan golongan profesi yang mereka peroleh
dari pekerjaan mereka, maka besar zakat yang wajib
dikeluarkan adalah seperempat puluh, sesuai dengan keumuman
nash yang mewajibkan zakat uang sebanyak seperempat puluh,
baik harta penghasilan maupun yang harta yang bermasa tempo,
dan sesuai dengan kaedah Islam yang menegaskan bahwa
kesukaran dapat meringankan besar kewajiban serta mengikuti
tindakan Ibnu Mas'ud dan Mu'awiyah yang telah memotong
sebesar tertentu, berupa zakat, dari gaji para tentara dan
para penerima gaji lainnya langsung di dalam kantor
pembayaran gaji, juga sesuai dengan apa yang diterapkan oleh
khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pengqiasan penghasilan kepada
pemberian atau gaji yang diberikan oleh khalifah kepada
tentara itu lebih kuat dari pengqiasannya kepada hasil
pertanian. Sedang yang lebih tepat diqiaskan kepada
pendapatan hasil pertanian adalah pendapatan dari
gedung-gedung, pabrik-pabrik, dan sejenisnya berupa
modal-modal yang memberikan penghasilan sedangkan modal
tersebut tetap utuh.

Ini berarti bahwa besar zakat pendapatan kerja lebih ringan
dari besar zakat pendapatan modal atau modal kerja. Inilah
yang diterapkan oleh sistem perpajakan modern yang oleh para
ahli moneter dihimbau agar keadilan diterapkan melalui
penetapan pajak berdasarkan kuat atau lemahnya sumber
pendapatan tersebut sehingga salah satu ciri penting
kepribadian pajak pendapatan adalah perhitungan atas sumber
pendapatan tersebut. Dan karena sumber pendapatan pada
pokoknya tidak keluar dari tiga hal, yaitu modal, kerja, dan
gabungan antara modal dan kerja, maka ketentuan dalam dunia
perpajakan adalah bahwa besar pajak pendapatan atas modal
tetap atau yang berkembang mempunyai urutan lebih tinggi
daripada besar pajak yang dikenakan atas penghasilan dari
kerja. Karena modal merupakan sumber yang lebih stabil dan
mantap, sedangkan kerja merupakan sumber yang paling tidak
stabil. Mereka menegaskan bahwa perhatian terhadap sumber
pendapatan seharusnya menyebabkan pajak yang ditetapkan
dapat mengurangi beban pajak, orang-orang yang memperoleh
pendapatan dari sumber yang lemah, dan itu berarti berperan
aktif mewujudkan keadilan dalam distribusi pendapatan.

Bahkan sebagian orang-orang sosialis lebih ekstrim lagi,
yang menghimbau agar penghasilan dari kerja dapat dibebaskan
dari segala macam pajak untuk mendorong kerja tersebut.

Namun pandangan Islam mengenai zakat adalah bahwa zakat
merupakan lambang pensyukuran nikmat, pembersihan jiwa,
pembersihan harta, dan pemberian hak Allah, hak masyarakat,
dan hak orang yang lemah. Pandangan itu menegaskan bahwa
zakat wajib dipungut dari hasil kerja sebagaimana juga wujud
dipungut dari pendapatan-pendapatan yang lain, meskipun
besar zakat masing-masing berbeda-beda.

Catatan kaki:

1 Halqa ad-Dirasa al-Ijtima'iyya: 248.
2 Ibid.
3 Penentangan yang paling jelas adalah keluhan kebanyakan
pegawai bahwa mereka sudah membelanjakan gaji mereka
beberapa hari setelah diterima sampai meminjam lagi. Dalam
hal ini secara ijmak waktu setahun tidak terpenuhi.
4 Lihat Ibnu Hazm, al-Mahalla, jilid 4:3
dan Nashb ar-Rayah, jilid 2: 28-329.
5 Sunan Turmizi, kitab zakat, bab zakat emas dan uang.
6 Mukhtashar as-Sunan, jilid 2: 191.
7 Mizan al-I'tidal, jilid 2: 352-353. Terjemah no. 4052.
8 Ibid: 182.
9 Lihat riwayatnya dalam al-Mizan, no. 1918, jilid 1: 513-515.
10 At-Talkhish: 175.
11 Ibid, 175.
12 Nushbu ar-Riwayah, jilid 2: 330.
13 At-Talkhis, 175.
14 Tahdhib Sunan Abi Daud, jilid 2: 189.
15 Al-Mizan, jilid 1: 445-446, terjemah no. 1659.
16 Turmizi bisyarhi Ibni al-Arabi, jilid 3: 125-126.
17 Lihat as-Sunan al-Kubra. jilid 4: 95 dan at-Takhsish; 175.
18 Ibnu Hazm meriwayatkan hadis-hadis tersebut dengan sanadnya
di dalam al-Muhalla, jilid 5: 276.
19 Al-Muhalla, jilid 4: 83; diriwayatkan oleh Abu Ubaid
dalam al-Amwal: 413-414 dan menafsirkannya terlalu jauh.
20 Ibid, hal 84-85 dan terdapat perbedaan riwayat dari
Umar bin Abdul Aziz dan Hasan.
21 Al-Amwal; 413 dan diriwayatkan dari sumber.
22 Al-Mushannif, jilid 3: 160, cetakan Hyderabad.
23 Al-Amwal, hal. 412.
24 Al-Mushannif, jilid 3: 114, cetakan Hyderabad.
25 Ia berbicara dalam Mujma' az-Zawaid, jilid 3: 68 dan
orang-orangnya adalah shahih kecuali Hubairah yang adalah
thiqah.
26 Ia juga telah membantu Abu Ubaid dalam penafsiran versi
lain dari yang telah ditafsirkan oleh orang lain. Ia
berkata, bahwa mereka meriwayatkan dari Sufyan dari Khushaif
dari Abu Ubaidah dari Abdullah, "Barangsiapa memperoleh
harta benda, maka tidak ada zakat didalamnya sehingga lewat
setahun." Tetapi hadis tersebut lemah karena dua sebab:
a. Bahwa Abu Ubaid berkata: "Mereka meriwayatkan dari
Sufyan. Sedang dia sendiri tidak menyebutkan penyambung
dia dan Sufyan.
b. Bahwa Khushaif-meskipun ia banyak benarnya dituduh
salah, hafalan jelek dan banyak dugaan serta banyak ragu,
yang tidak bisa dijadikan landasan hukum. Barangkali yang
paling benar adalah apa yang dikatakan oleh Ibnu Hiban.
"Ia adalah seorang tua yang shaleh, ahli fikih, selalu
tekun beribadah, tapi dia sering salah meriwayatkan hadis,
selalu lain daripada hadis-hadis masyhur. Dia banyak
benarnya dalam riwayatnya tetapi yang diragukan adalah
untuk menerima ia benar dan mau menghindari yang tidak
sesuai dengannya, tetapi ia adalah di antara orang yang
dipilih Allah tentang hal tersebut (lihat Tahdhib
at-Tahdhib, jilid 3: 143-144). Di sini kita melihat
riwayat-riwayat yang shahih dari Ibnu Mas'ud bertentangan
dengan riwayat Khushaif, yang membuat kita tidak boleh
menganggap tidak benar.
27 Al-Muwaththa ma'a al-Muntaqa, jilid 2: 95.
28 Al-Amwal; 432.
29 Al-Mushannif; 85.
30 Lihat al-Mughni jilid 2: 626 dan jilid 3: 29 dan 47.
31 Ar-Raudh an-Nadhir, jilid 2: 411 dan Nail al-Authar,
jilid 4: 148.
32 Ar-Raudh an-Nadhir, jilid 2: 411.
33 Ibnu Hazm, al-Muhalla, jilid 4: 84.
34 Ibid.
35 Ibid.
36 Ibnu Hazm, al-Muhalla, jilid 6: 84.
37 Ia berkata dalam Majma' az-Zawaid "orang-orangnya adalah
orang-orang shahih kecuali Hubairah yang tidak dipercaya"
(jilid 3: 68).
38 Ibnu Syaibah, Mushannif, jilid 4: 42-44, penerbit Maltan.
39 Ibid.
40 Lihat Syarh al-Muntwqa 'ala al-Muwaththa, jilid 2: 95.
penerbit as-Sa'adah.
41 Bukhari, Shahih al-Bukhari, kitab zakat dalam bab "Setiap
Muslim Wajib Sedekah," jilid 2: 143, penerbit asy-Syaib.
42 Menurut saya bahkan juga atas petani penyewa yang tidak
memiliki kurang satu qirat tanah pun jika tanahnya
menghasilkan lima puluh kail jagung atau gandum sebagaimana
pendapat Jumhur.
43 Muhammad Ghazali. al-Islam wa al-Audza al-Iqtishadiyyah;
166-168. cet. kelima.
44 Perhatikan kembali apa yang kami tulis dalam pendahuluan
tentang kaidah-kaidah yang kita pergunakan dalam memilih dan
mentarjih pendapat-pendapat.
45 Ini berdasarkan ukuran nisab dua puluh misqal emas.
Adapun jika berdasarkan ukuran perak, jarang sekali terjadi
bahwa gaji tidak mencapai nisab.
46 Lihat Syarh Ghayah al-Muntaha, jilid 2: 59.
47 Ibnu Abi Syaibah, al-Mushannif; jilid 4: 30.
48 Al-Mughni, jilid 2: 626, cet. al-Mannar ketiga.
49 Al-Mushannif; jilid 4: 30.
50 Lihat ketentuan "Lebih dari Kebutuhan Pokok" dalam fasal
pertama bab ini, dan didalam fasal dari bab ini juga.
51 Lihat Dr. Muhammad Fuad Ibrahim, Mabadi' 'ilm al-Maliyah
al-'Ammah, jilid 1: 284.

Delete this element to display blogger navbar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best CD Rates