Pada dasarnya, perbedaan pendapat dalam fikih tidak boleh memperlemah ukhuwah islamiyah dan menimbulkan percekcokan. Akan tetapi, kelompok ekstrem berkecenderungan membesar-besarkan masalah kecil dan memicu konflik dari hal-hal yang tidak prinsipil.
Perbedaan pendapat merupakan perangkat ilmiah yang signifikan bila diarahkan dengan baik. Sayangnya, di balik perbedaan pendapat,...
kelompok ekstrem mengidap cacat psikis yang seharusnya dihilangkan.
Seseorang dari kelompok ekstrem pernah melayangkan surat kepada penulis. Isi suratnya antara lain menyebutkan bahwa pada masa awal Islam, dakwah mendahului perang Akan tetapi kemudian, menurutnya, ketentuan itu dihapus sehingga menjadi: perang bisa saja dilancarkan tanpa didahului kegiatan dakwah! Penulis surat ini telah mengajukan pandangan yang tidak ilmiah. Surat itu memang mencerminkan semangat penulisnya, namun sayangnya, sang penulis menghendaki jalan pintas dan menyerang ke segala penjuru atas nama agama. Religiusitas yang tidak disertai ketulusan hati, kehalusan budi pekerti, dan kecintaan terhadap sesama makhluk, malah akan menjadi laknat bagi negara dan manusia.
Ekstremitas tidak terjadi pada kondisi sosial yang mapan. Penyimpangan psikologis tersebut terjadi pada masa krisis pandangan, ketika masalah khilafiyah dibesar-besarkan. Misalnya, posisi tangan dan kaki dalam shalat.
Perhatian mereka terhadap masalah-masalah khilafiyah sangat berlebihan. Hanya sedikit perhatian mereka terhadap pembangunan negara Islam yang ideal atau berusaha mempersiapkan hal-hal yang diperlukan bagi kemajuan peradaban Islam di masa depan.
Kelemahan lain yang lebih berbahaya adalah mereka terlampau cepat menuduh pelaku dosa sebagai kafir atau fasik. Pernah terjadi perdebatan sengit mengenai muslim yang meninggalkan shalat karena malas. Mereka memvonisnya sebagai orang kafir, harus dibunuh, dan masuk neraka selama-lamanya.
Penulis menerangkan kepada mereka, "Muslim yang meninggalkan shalat memang berdosa, tetapi hukum yang kalian sebutkan itu berlaku bagi muslim yang meninggalkan shalat karena mengingkari kewajiban syar'i. Ini karena mengingkari kewajiban dalam syariat berarti keluar dari Islam. Sedangkan orang-orang yang malas melakukan shalat masih tetap mengakui dasar pensyariatannya."
Tetap saja mereka menegaskan, "Wajib dibunuh."
Penulis kembali mengingatkan, "Mengapa kalian melupakan hadits Nabi saw. yang menjelaskan bahwa bila Allah SWT menghendaki, Ia akan menyiksa atau memaafkan seorang muslim yang malas menunaikan ajaran Islam."
Selama dosa yang diperbuat manusia tidak termasuk dosa syirik, insya Allah, Dia berkenan mengampuninya. Pendapat ini dipegang oleh mayoritas umat Islam. Sebagian mazhab bahkan menyatakan bahwa muslim yang malas menunaikan ketaatan jangan dibunuh.
Kita harus bersikap lemah lembut dan memberikan nasihat yang baik kepada-Nya. Hendaknya kita menuntunnya ke masjid untuk membiasakannya beribadah, bukan menggiringnya ke tiang gantungan. Akan tetapi amat disesalkan, umat muslim yang ekstrem senantiasa mengeluarkan pernyataan bunuh, dan menurut mereka itulah satu-satunya Islam yang benar.
Hal lain yang sering mereka perhatikan secara berlebihan adalah masalah wanita. Menurut mereka, wanita wajib menutup seluruh tubuh hingga ke kuku sekalipun, baik dalam ibadah maupun di luar ibadah, seperti keluar rumah untuk suatu keperluan yang sangat mendesak. Bagi mereka, kuku pun termasuk aurat. Kaum pria dan wanita tidak boleh saling mengetahui sedikit pun!
Memang, diantara kelompok ekstrem itu ada yang benar-benar berniat baik dan berkeinginan memperoleh ridha Allah. Akan tetapi, kekurangannya adalah kedangkalan pengetahuan dan pemahaman keislamannya. Andaikan mereka berwawasan luas, tentu semangat dan komitmen mereka akan sangat bermanfaat bagi Islam.
Pernah terjadi di sebuah desa, seorang lurah menulis dan mengirimkan sepucuk surat kepada imam sebuah masjid. Surat itu menerangkan kedatangan seorang penyuluh pertanian ke desa mereka. Karenanya, masyarakat diminta berkumpul untuk menyimak penyuluhan tersebut.
Ketika imam hendak berbicara dengan menggunakan pengeras suara, seorang pelajar berkata, "Nabi saw. melarang kita mencari barang yang hilang di dalam masjid." Dia berkata lagi "Sesungguhnya shalat didirikan hanya untuk Allah (maksud pemuda ini, masjid hanya digunakan untuk ibadah ritual saja -peny.)." Ia berusaha mencegah imam mengambil pengeras suara. Pertengkaran memuncak. Maka si pelajar berteriak, "Mikrofon ini tidak akan bisa diambil kecuali setelah melangkahi mayat saya!"
Sesungguhnya analogi yang dibuat sang pelajar antara penyuluhan pertanian dengan mencari unta yang hilang adalah analogi yang tidak tepat. Tidak perlu mempertaruhkan nyawa untuk masalah semacam ini.
Para pendidik dan pemimpin hendaknya menyikapi para pemuda yang bersikap ekstrem dengan penuh kearifan. Merupakan suatu keharusan untuk meminta bantuan para ulama yang peka dan independen untuk membina mereka. Ini karena mereka enggan berkolusi, apalagi dibina, oleh orang-orang yang berada dalam lingkaran kekuasaan.
Seseorang dari kelompok ekstrem pernah melayangkan surat kepada penulis. Isi suratnya antara lain menyebutkan bahwa pada masa awal Islam, dakwah mendahului perang Akan tetapi kemudian, menurutnya, ketentuan itu dihapus sehingga menjadi: perang bisa saja dilancarkan tanpa didahului kegiatan dakwah! Penulis surat ini telah mengajukan pandangan yang tidak ilmiah. Surat itu memang mencerminkan semangat penulisnya, namun sayangnya, sang penulis menghendaki jalan pintas dan menyerang ke segala penjuru atas nama agama. Religiusitas yang tidak disertai ketulusan hati, kehalusan budi pekerti, dan kecintaan terhadap sesama makhluk, malah akan menjadi laknat bagi negara dan manusia.
Ekstremitas tidak terjadi pada kondisi sosial yang mapan. Penyimpangan psikologis tersebut terjadi pada masa krisis pandangan, ketika masalah khilafiyah dibesar-besarkan. Misalnya, posisi tangan dan kaki dalam shalat.
Perhatian mereka terhadap masalah-masalah khilafiyah sangat berlebihan. Hanya sedikit perhatian mereka terhadap pembangunan negara Islam yang ideal atau berusaha mempersiapkan hal-hal yang diperlukan bagi kemajuan peradaban Islam di masa depan.
Kelemahan lain yang lebih berbahaya adalah mereka terlampau cepat menuduh pelaku dosa sebagai kafir atau fasik. Pernah terjadi perdebatan sengit mengenai muslim yang meninggalkan shalat karena malas. Mereka memvonisnya sebagai orang kafir, harus dibunuh, dan masuk neraka selama-lamanya.
Penulis menerangkan kepada mereka, "Muslim yang meninggalkan shalat memang berdosa, tetapi hukum yang kalian sebutkan itu berlaku bagi muslim yang meninggalkan shalat karena mengingkari kewajiban syar'i. Ini karena mengingkari kewajiban dalam syariat berarti keluar dari Islam. Sedangkan orang-orang yang malas melakukan shalat masih tetap mengakui dasar pensyariatannya."
Tetap saja mereka menegaskan, "Wajib dibunuh."
Penulis kembali mengingatkan, "Mengapa kalian melupakan hadits Nabi saw. yang menjelaskan bahwa bila Allah SWT menghendaki, Ia akan menyiksa atau memaafkan seorang muslim yang malas menunaikan ajaran Islam."
Selama dosa yang diperbuat manusia tidak termasuk dosa syirik, insya Allah, Dia berkenan mengampuninya. Pendapat ini dipegang oleh mayoritas umat Islam. Sebagian mazhab bahkan menyatakan bahwa muslim yang malas menunaikan ketaatan jangan dibunuh.
Kita harus bersikap lemah lembut dan memberikan nasihat yang baik kepada-Nya. Hendaknya kita menuntunnya ke masjid untuk membiasakannya beribadah, bukan menggiringnya ke tiang gantungan. Akan tetapi amat disesalkan, umat muslim yang ekstrem senantiasa mengeluarkan pernyataan bunuh, dan menurut mereka itulah satu-satunya Islam yang benar.
Hal lain yang sering mereka perhatikan secara berlebihan adalah masalah wanita. Menurut mereka, wanita wajib menutup seluruh tubuh hingga ke kuku sekalipun, baik dalam ibadah maupun di luar ibadah, seperti keluar rumah untuk suatu keperluan yang sangat mendesak. Bagi mereka, kuku pun termasuk aurat. Kaum pria dan wanita tidak boleh saling mengetahui sedikit pun!
Memang, diantara kelompok ekstrem itu ada yang benar-benar berniat baik dan berkeinginan memperoleh ridha Allah. Akan tetapi, kekurangannya adalah kedangkalan pengetahuan dan pemahaman keislamannya. Andaikan mereka berwawasan luas, tentu semangat dan komitmen mereka akan sangat bermanfaat bagi Islam.
Pernah terjadi di sebuah desa, seorang lurah menulis dan mengirimkan sepucuk surat kepada imam sebuah masjid. Surat itu menerangkan kedatangan seorang penyuluh pertanian ke desa mereka. Karenanya, masyarakat diminta berkumpul untuk menyimak penyuluhan tersebut.
Ketika imam hendak berbicara dengan menggunakan pengeras suara, seorang pelajar berkata, "Nabi saw. melarang kita mencari barang yang hilang di dalam masjid." Dia berkata lagi "Sesungguhnya shalat didirikan hanya untuk Allah (maksud pemuda ini, masjid hanya digunakan untuk ibadah ritual saja -peny.)." Ia berusaha mencegah imam mengambil pengeras suara. Pertengkaran memuncak. Maka si pelajar berteriak, "Mikrofon ini tidak akan bisa diambil kecuali setelah melangkahi mayat saya!"
Sesungguhnya analogi yang dibuat sang pelajar antara penyuluhan pertanian dengan mencari unta yang hilang adalah analogi yang tidak tepat. Tidak perlu mempertaruhkan nyawa untuk masalah semacam ini.
Para pendidik dan pemimpin hendaknya menyikapi para pemuda yang bersikap ekstrem dengan penuh kearifan. Merupakan suatu keharusan untuk meminta bantuan para ulama yang peka dan independen untuk membina mereka. Ini karena mereka enggan berkolusi, apalagi dibina, oleh orang-orang yang berada dalam lingkaran kekuasaan.